Rabu, 30 Januari 2008

The Smiling General



He passed away...
27 januari 2008, 13.10 WIB menjadi sejarah baru bagi dunia pada umumnya, dan bangsa indonesia pada khususnya. Seperti yang kita tahu semua, Bpk. presiden ke-2 RI, Bpk Soeharto, yang sangat begitu fenomenal, berpulang ke Rahmatullah atas sakit yang didera nya beberapa tahun pasca lengser nya beliau sebagai presiden.


Jujur, masa beliau menjabat, saya sih gak terlalu banyak memahami, karena pada masa2 jaya beliau saya masih krucil alias skitar masa SMP kebawah lah...
Yang saya tahu waktu itu beliau adalah sosok presiden RI yang memiliki visi serta misi pemerintahan yang dituangkan dalam Trilogi Pembangunan, Repelita/Pelita (krn wktu itu saya ingat sekali disuruh menghapal mati2an sampe nglotok!)


Pada zaman dinasti beliau saya juga gak merasa nelongso2 amat, justeru malah sebaliknya. karena secara bokap jg kebetulan merupakan anggota komunitas salah satu BUMN yg saat itu sangat2 berjaya dan monopolistik! justeru, pasca lengsernya beliau, saya (dan tentunya se-sama komunitas lainnya) baru merasakan nelongso nya gak lagi berada dibawah "ketiak" beliau. Lagi-lagi, pada masa itu yang sangat saya ingat adalah tiap kali mau memasuki masa pemilu, saya selalu bertanya ke orang tua saya,"kok papa sm mama wajib milih gol* melulu sih?", dan u know.., pertanyaan saya tu gak pernah terjawab dan selalu berujung pada respon, "Ssstt..., jangan ngomong yg enggak2...!"


Malah, pada masa2 mencekam awal reformasi, masa dimana kata "kerusuhan dan penjarahan" nge-TOP bgt, saya dan teman2 yang waktu itu sedang berada pada penghujung ujian EBTA/NAS kelulusan SMP (saya lupa tanggal persis nya), sempat merasa sangat terancam. rumor yang beredar, sekelompok masa dikabarkan akan menyerbu kompleks kami. kami semua (anak2) diminta untuk senantiasa berjaga2 dan hati2.para orang tua dan guru dengan sibuk nya mengaman kan situasi dgn berusaha menenangkan kami yang pada waktu itu sempat terlihat panik (padahal sang guru pun berkali2 lipat panik nya dari kami!).


Yang paling mencekam, malamnya, warga sekomplekskami sempat tidak bisa dibuat tidur!bokap ku dan beberapa tetangga berjaga2 diluar sampai pagi menjelang. kami semua diminta untuk atur strategi seandainya gerombolan penyerang itu jadi mengepung dan menghancurkan kompleks kami. Demi menghibur kami anak2nya, bokap saat itu cuma bilang begini: "tenang aja...,satuan brimob kita banyak kok.mereka gak bakalan sanggup nyerbu!"
padahal, setahuku, saat itu semua bapak2 sibuk kontak sana-kontak sini saling melempar informasi. begitu jg nyokap. Sibuk bgt telpon2 an dgn sesama ibu2 kompleks itu juga!
Phhewwwwfff....., kl ingat saat itu...,rasanya sesak bgt...
Sempat terfikir gimana ya nasib ku nanti?? (hehe, jauh bgt ya berfikirnya??)


Well, time passed by...
seiring waktu akhirnya skrg saya tumbuh menjadi sosok pemudi yg mulai bisa sedikit "peka" terhadap apa yang terjadi (cuih! bahasanya...hehe)
Pak Harto, dalam sebuah buku yg pernah saya baca (Leading in Crisis), menjelaskan bahwa beliau adalah seorang praktisi yang menggunakan strategi memimpin: Ekonomi mengontrol politik. Beliau juga menggunakan dinamisator "teknokrat vs non-teknokrat" dalam memecahkan setiap permasalahan yang melanda.


Tidak bisa dipungkiri, usaha yang beliau lakukan juga sempat menurunkan tingkat inflasi dari 650% menjadi hanya sekitar 11%. Selain itu, di tahun 1984, pada masa kepemimpinan beliau, Indonesia juga sempat menerima anugerah dari FAO (Food and Agriculture Organization) atas keberhasilan RI mencapai swasembada pangan. bahkan, yang menakjubkan, pada tahun 1993 Indonesia sempat dinobatkan oleh World Bank menjadi salah satu dari ketiga negara dengan julukan " East Asian Miracle".
Suatu prestasi yang sangat membanggakan memang...


Namun sayang, kebijakan beliau pada thn 1972 yang sempat membiarkan Pertamina (yg saat itu dipimpin oleh Ibnu Sutowo) melakukan pinjaman kapital dengan nominal yang sangat tinggi pada negara luar, merupakan salah satu awal dari petaka hutang yang berkepanjangan sampai sekarang. Financial Missmanagement yang dilakukan pertamina pada masa itu ternyata tidak menjadikan 'jera" pak harto untuk (juga) "memanjakan" Bulog yg pada waktu itu diharapkan dapat menjadi stabilisator harga.


Sekelumit kebijakan yang diambil pak Harto hanyalah segelintir contoh dari risiko sebuah keputusan besar yang diambil oleh seorang pemimpin. Sebuah keputusan yang sarat penuh risiko. Namun, pak Harto memang memiliki sejumlah alasan mengapa kebijakan tersebut dipilih. meng"anak emas-kan" Pertamina saat itu merupakan pertimbangan bahwa saat itu diharapkan Pertamina dapat menjadi Engine of Development , meng-agul2 kan Bulog pada saat itu jg dikarenakan alasan beliau yang hendak menjadikan Bulog sebagai lumbung beras dan stabilisator harga.


Yah, sebuah keputusan besar memang akan menghasilkan risiko yang besar pula. Saya jadi ingat salah satu teori portofolio di mat.kul manajemen keuangan: Return berpengaruh secara positif terhadap Risk, vise versa.

Tidak ada komentar: