Berawal dari sebuah acara talkshow di salah satu televisi swasta…
“Ketika sikap seseorang telah menjadikan oranglain / seseorang tertekan dan merasa takut terhadap orang tersebut, maka sudah terjadi bullying (melakukan tindakan kekerasan) pada ybs.”{ Diena Haryana, chairperson “Sejiwa”}
"Bullying is the willful, conscious desire to hurt another and put him/her under stress"{Tattum and Tattum (1992); Social Education and Personal Development}
Ospek, senioritas, gank adalah beberapa contoh komunitas atau aktifitas yang jika tidak di arahkan dengan benar maka akan membentuk tradisi bullying.
Bullying memang bukan sesuatu yang asing. Dia sudah ada sejak dulu. Komunitas (berkelompok atau individu) yang merasa berkuasa atas komunitas lainnya. Bedanya, kalau jaman sekarang informasi dari kebebasan media serta lembaga aktivis kemanusiaan sudah berkembang kian marak, sehingga kontrol sosial masyarakat bisa menjadikan pelaku bullying diseret ke ranah hukum.
Ibaratnya, kalau dulu, “anak kalo berantem mah biarin aja, asal kita orangtua gak ikut-ikutan.” Kalau sekarang, alih-alih orangtua yang akan ikut-ikutan di seret ke ranah hukum jika membiarkan anaknya melakukan tindakan yang meresahkan dan bertentangan dengan norma.
Berdasarkan pendapat dua tokoh tersebut, bisa di simpulkan bahwa bullying bukan hanya kekerasan secara fisik, tapi juga mental. Melakukan pelecehan dan penghinaan secara verbal juga bisa masuk sebagai kategori bullying. Bahkan, dalam sebuah dialog di salah satu televisi swasta, Diena mengatakan bullying juga bisa terjadi di dunia maya (internet). Wow…
Perlakuan bullying kepada seseorang/kelompok adalah manifestasi dari beragam alasan. Namun menurut saya, kalo di hubungkan dengan teori motivasi Abraham Maslow, bullying adalah bentuk Social Needs yang tidak terkontrol. Pada level ini individu memiliki kebutuhan akan pengakuan status sosial (baik secara mahluk individu atau secara mahluk berkelompok).
Sebenarnya kebutuhan ini adalah sesuatu yang wajar, namun akan menjadi tidak wajar ketika social needs individu/kelompok ybs tersebut menggusur social needs individu atau kelompok lain, sehingga menunjukkan reaksi antagonis berupa tidak dapat menoleransi adanya perbedaan serta menganggap yang berbeda dari nya adalah salah dan harus dimusnahkan. So, ketika menemukan suatu komunitas yang berada di luar dari pakem-nya, pelaku bullying akan tak segan melakukan pelecehan atau penghinaan.
Karena bullying merupakan negative effect dari social needs yang tidak terkontrol, maka tak heran jika tren bullying terjadi pada remaja, yang di anggap sebagai kelompok tingkatan usia “pencarian jati diri”.
Acara Oprah Winfrey Show juga pernah membahas masalah ini. Narasumbernya terdiri dari psikolog serta anak yang menjadi korban. Saat itu sang korban bercerita betapa hati kecilnya ingin berteriak dan melawan ketika kekerasan/pelecehan di lakukan oleh teman sekolahnya. Namun ketakutan akan ancaman dan ejekan yang lebih luas menjadikan dia diam dan tidak dapat bertindak.
Psikolog yang hadir saat itu menyarankan bahwa tindakan yang harus dilakukan pertama adalah perlawanan rasa takut dari diri sendiri. Sang korban harus berani melawan dan menunjukan kepada pelaku bahwa kita tidak suka atas perlakuannya (bullying). Korban harus berani berteriak atau melaporkan kekerasan tersebut kepada pihak yang berwenang, karena kalau mengharapkan kontrol dari sekolah akan sulit.
Jadi rumusnya; lawanlah dari diri sendiri dulu dan biarkan wadah sosial atau lembaga masyarakat tahu.
Hhhmm…ternyata di negara yang katanya menegakkan demokrasi dan HAM saja tidak bisa memberikan jaminan terhadap kontrol sosial, apalagi di negara berkembang, terlebih lagi di negara terbelakang?
Memang kunci yang paling efektif dimulai dari komunitas terkecil yaitu keluarga, dengan cara menanamkan perilaku menghargai dan menghormati kepada generasi penerus kita kelak. Mengajarkan bahwa tidak berarti yang berbeda dan yang tidak sependapat dengan kita adalah salah.
Mendidik dan menumbuhkan rasa percaya diri tanpa lupa menanamkan ideologi bahwa setiap orang juga punya hak yang sama untuk berprestasi dan di hargai.
Memperkenalkan ilmu berkompetisi secara jujur dan sehat. Mengajarkan serta memberikan contoh kepada mereka bahwa meski tidak bisa dipersatukan, perbedaan tetaplah indah.
Memperkenalkan ilmu berkompetisi secara jujur dan sehat. Mengajarkan serta memberikan contoh kepada mereka bahwa meski tidak bisa dipersatukan, perbedaan tetaplah indah.
Dengan begitu, kebutuhan kita akan social needs tidak akan menggusur kebutuhan akan social needs orang/kelompok lain. Semoga.
4 komentar:
Si Cucur kadang2 ditindas temennya, jadi aku mengeluarkan jurus-jurus bertandukku : bagaimana menghadapi teman yang sewenang-wenang. Soalnya pernah empat hari tidak masuk sekolah gara2 takut diejek si Maya yang membentuk kawanan buat musuhin Si Cucur...:)
Waduh,
kasiannya si cucur...
memang lah...mengajarkan anak utk berani menentang sgala bntuk penindasan serta menanamkan rasa percaya diri akan kelebihan2 yg ada pada dirinya itu perlu. Spy dy mnyadari bhw dirinya itu berharga & patut di hargai teman2nya.
Good Luck bwt si cucur,dan smg si Maya & the gank insyaf.
Nice posting, yu :)
Kl boleh aku simpulkan, berarti pelaku bullying itu sebetulnya punya masalah yang gak terekspose ya, dlm bahasamu ditulis sebagai social needs yang tidak terkontrol..
Oya, nambahin aja, kl perilaku bullying itu ga cuma terjadi sama remaja aja, yu. Orang dewasa, even nenek-nenek aja bisa mengidap ini. Bisa jadi ini masalah karakter atau kultur keluarga yang sifatnya menurun.
Secara kejiwaan, pelaku ini mungkin bisa dikategorikan sakit ya? how come seseorang menikmati penderitaan orang lain dari ejekan dan hinaan-hinaanya? how come seseorang memandang perbedaan sebagai sebuah ancaman dan bahkan sesuatu yang perlu dimusnahkan? Diluar geng-nya, mungkin pelaku bullying ini asosial.
Dan benar, cara terbaik menghadapi perilaku bullying adalah dengan tetap berdiri tegak di atas kaki sendiri, percaya diri dan terapkan ilmu membelah jiwa dengan baik.
Target pelaku bullying adalah membuat korbannya sakit hati, tidak percaya diri, takut dan akhirnya menjadi loser. Tapi kl dihadapi dengan EGP, lama2 mereka akan frustasi.
Masalahnya, bagaimanakah cara mengajari hal ini sama anak-anak yang perasaannya lembut dan emosinya masih ga stabil ya?
Mudah-mudahan aku bisa jadi ibu yang baik untuk Atha..
Thanks Icha... :)
Anyway bener bgt! bullying memang tdk hny trjadi sm anak2,tp kecenderungan itu bs bermula dari ktika mrk msh sbg anak2/abg.
Bedanya,kl hal tsb trjd sm orgtua agak lbh sulit nyembuhinnya krn sdh jd "kebiasaan" (sprt km blang, bs jadi dari kultur keluarga such as terbiasa memiliki budaya meremehkan oranglain,dst).Tp kl sm anak2, InsyaAllah msh bs di arahkan dg mudah.
Bullying ktika dewasa jg boleh jd krn dendam ms lalu yg prnh jadi korban atas kekerasan selagi msh anak2 shg memunculkan trauma..yah, bs dkategorikan"sakit" sprti ktamu.
Memuji & mnyanjung anak trlalu brlebihan ktika dy msh masa pertumbuhan jg ga baik lho nurutku cha...sewajarnya aja..salah2 bs mnjdkn dy tmbuh jd anak yg angkuh & tdk mau tersaingi...
Mengajari anak yg perasaannya lembut & ga stabil? ehhmm..bngung jg coz I'm not yet a mom... :D
tp mungkin pelan2 x ya coz anak yg lembut hatinya pny kcenderungan jd anak ngalah-an & ga pede. mungkin mngajarkan dy hal2 yg bs buat dy berani bilang ya/tidak even hrs mngabaikan perasaannya jk memang itu bener. Mungkin bgtu. :)
Posting Komentar