Sabtu, 22 Mei 2010

Kondangan Euy ^^

Minggu ini yang paling berkesan adalah KONDANGAN! Hehehe
Sebenernya kondangan adalah hal biasa. Tapi yang membuatnya menjadi luar biasa adalah ini kondangan keduaku di tempat dan dengan situasi yang berbeda.
Kondangan di gedung seperti kebanyakan bukan menjadi ceritaku kali ini, karena kondangan ini terjadi dirumah penduduk setempat. Yah, kompleks kami dikelilingi kehidupan penduduk sekitar yang rata-rata berpenghasilan dari panen coklat, jagung, dst. Maka tak heran kalau perusahaan tempat suamiku bekerja ini merekrut penduduk sekitar untuk menjadi tenaga bantu. Peran mereka terlihat sepele. Tapi tanpa mereka, kufikir kompleks ini tidak akan terlihat asri dan bersih. Dan sangat pantas sekali jika kita menaruh perhatian yang sama kepada mereka, salah satu nya menghadiri undangan yang mereka berikan.

Rumah masyarakat penduduk asli disini berkaki dan bertangga (panggung) seperti rumah adat sumatera pda umumnya. Mungkin yang membuatnya sedikit berbeda dengan rumah adat di Palembang adalah jarak antara plafon dengan lantai yang lebih rendah, atap yang tidak terbuat dari genteng melainkan dari seng, serta arah tangga yang rata-rata menyamping dari pintu. Jadi kalau dilihat dari luar dan di amati , terlihat kalau kaki rumah akan nampak lebih tinggi daripada badan rumah. Maka tidak heran kalau bawah rumah mereka sering dijadikan bale-bale tempat bersantai dan makan siang bersama keluarga, atau bahkan digunakan sebagai tempat untuk dipasangnya pelaminan jika ada pesta pernikahan.


Ini salah satu contoh rumah penduduk di sana. Ada parabola-nya loh...hehe...


Karena berfikir bahwa tidak akan ada acara naik tangga, seperti kondangan pada umumnya aku memakai high heels. Tapi ternyata kondangan kali ini sedikit berbeda. Dibutuhkan sedikit usaha untuk sampai ke tempat tujuan dengan menapaki tanjakan berbatu dan tanah yang tingginya lebih-kurang sekitar 30 derajat. Cukup melelahkan, apalagi ketika posisi menurun. Kalau tidak hati-hati bisa tergelincir! Ditambah cuaca hujan saat itu. Wuuuuw! Hahaha.

Yang lebih menarik bukan pada saat itu. Tapi pada saat aku diajak naik oleh salah satu keluarga mempelai pria untuk melihat prosesi akad. Benar-benar suasana yang ‘adat’ banget. Apalagi diruang tengah ada meja kecil berbentuk “L” yang di atasnya terhampar hidangan kue beraneka ragam dan rasa! Sekejap mataku langsung “blink-blink”. Terbayang mencomot satu per-satu kue beraneka rasa dan warna itu! Hahaha.

Aku duduk berjejer bersama beberapa tetamu lainnya. Konon yang berhak duduk disini adalah keluarga dan atau orang-orang spesial. Wah…jadi gimanaaa gt…. Hehehe…
Dua bapak-bapak berkumis dengan pakaian safari sesekali melirikku sambil sesekali melempar senyum. Mungkin wajahku yang asing menarik perhatian mereka. Bukan wajah pribumi. atau bapak2 itu nyadar aku lirik kue-kue yah?? Hahaha. Ternyata bapak-bapak itu adalah dua tetamu agung. Anggota DPRD dan (mungkin) salah satu nya dari kantor camat?
Mempelai pria di tempatkan di posisi khusus yang sudah disekat seperti menjorok kedalam. Berbentuk petak. Tempat sudah dihiasi dengan pernak-pernik has sulawesi berwarna kuning-hijau. Disitu nantinya akad juga akan dilaksanakan. Sementara mempelai wanita masih disembunyikan di dalam kamar.

Sebelum akad dimulai, ada satu acara yang unik; menyodorkan sisa ‘uang naik’ kepada kedua orangtua perempuan dan tetamu agung (disini dipilih bapak-bapak safari itu). Yah, di sini ada istilahnya ‘uang naik’ atau kalau di palembang ‘uang asap’, atau istilah umumnya uang belanja. Sejumlah uang pemberian dari pihak calon mempelai pria yang diberikan kepada keluarga calon mempelai wanita guna dibenjakan untuk acara pernikahan. Nah, sisa belanja tersebut wajib diserahkan sebagai ‘tanda jadi’. Uang akan dihitung oleh saksi (tamu terhormat) dan disaksikan oleh keluarga. Jadi jangan terkejut kalau jumlah nominal uang sampai disebutkan. Agak mirip dengan adat palembang. Tapi adat Palembang itu yang harus ditunjukan adalah mas kawin.

Kemarin ketika pernikahanku, sebelum akad dilangsungkan, calon mempelai laki-laki harus menunjukan kepada orangtua dan saksi mas kawin yang dibawa. Selanjutnya mas kawin ditunjukkan ke aku sebagai calon mempelai wanita yang saat itu masih disembunyikan dikamar. Tapi di sini uang naik sepertinya sesuatu yang sangat penting sehingga menjadi syarat yang wajib dipenuhi. Bahkan kemarin aku tidak melihat adanya penyerahan mas kawin. Hhmm…disini sepertinya status uang naik memang lebih tinggi dibandingkan dengan mas kawin.

Ikrar akad tidak dibacakan melalui pengeras suara. Untuk yang satu ini sepertinya bukan pakem disini. Pake alat pengeras suara atau tidak, yang penting ikrar sudah dibacakan.
Setelah akad, mempelai pria digiring masuk ke dalam kamar guna menjemput mempelai wanita. Acara sungkeman. Lalu turun kebawah menuju pelaminan. Selebihnya, tidak jauh berbeda dengan acara kondangan ‘kota’.
Unik. Berkesan. Tapi sayang saat itu aku dan suamiku tidak bawa kamera ataupun hape. Jadinya ga bisa difoto deh…

4 komentar:

sketsa mengatakan...

Ada Bugis Mandi, gak? Haaaha..kalo kau cari dengan sebutan itu, pasti orang sana bingung, hehehe...


Fotonya dibanyakain Yu ya...
Wah bener2 dusun nian ya, jadi inget lagu : " Nunn di balik gunungg..dusun terkurunggg, sunyiii.."

hehehehe

Masayu ria mengatakan...

hahaha. hampir aku melupakan kue itu mbk...aku cari ah ntar... :D
iya, dusun bangeeet...pol.

icha tapjani mengatakan...

ehehehe.. dusun seperti yang kubayangkan..

Pantesan kau jarang onlen ya yu? hihi..

Ayo nulis terus ya, pengetahuan baru nih..

Masayu ria mengatakan...

iya,risikonya sinyal kadang error. Tp biar dusun dsni aku ttp terjamin koq cha..wkwkwk.
okey, nnti kl ada cerita unik & menarik aku posting lg. ;)