Hari ini pengumuman hasil ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Entah uda berapa kali ganti nama, yang pasti intinya sama; ujian masuk perguruan tinggi negeri.
Para pemburu perguruan tinggi negeri mempunyai ragam alasan mengapa mati2an berharap bisa diterima di ujian nasional ini.
Ada yang beralasan bahwa biaya pendidikan yang jauh lebih murah dibanding swasta, bahkan tak sedikit pula yang beralasan akan prestige (gengsi).
Nah, karena alasan ke-dua ini lah maka tak heran para kapitalis pendidikan memanfaatkan momentum yang pas atas nama BHMN.
Seingatku,
Kuliah di universitas negeri itu tak sampai belasan apalagi puluhan juta rupiah untuk uang pangkalnya. Bahkan, program lanjutan dari D III pun tidak menyentuh angka sepuluh juta rupiah.
Maka tak heran, menjelang aku lulus, aku dan beberapa teman-teman se angkatan sempat geleng-geleng kepala begitu mendengar kabar biaya pendidikan di universitas negeri sudah menyamai biaya pendidikan di universitas swasta. "Untung kita gak sekolah di jaman ini. Coba kalo iya, mungkin aku ga lanjut kuliah deh..." celetuk seorang kawan yang mengaku padaku merasa punya standart IQ menengah, padahal IPK-nya di atas rata-rata.
Well, kembali ke soal biaya kuliah yang mahal tadi...
Sebenarnya pada jamanku dulu sudah mulai ada yang namanya program "mahal" diluar dari SNMPTN, tapi program tersebut hanya dilirik oleh beberapa kalangan saja. "Terlalu mahal". Begitu alasan kebanyakan para orangtua. Special case untuk jurusanku, kalo dibandingkan dengan sekarang, program yang katanya mahal itu tidak sampai pada nominal puluhan juta. Let say, belasan juta lah...
Makanya aku sempat terperangah begitu mendengar angka puluhan juta begitu enteng meluncur dari bibir adekku yang sepertinya tertarik untuk mengikuti program tersebut jika tidak lulus SNMPTN nanti.Ckckckck...
Bercermin pada universitasku dan kota tempatku pernah menimba ilmu:
"Jaman thn 90-an itu ada istilah 'anak ugm banget'. Tp kalo sekarang udah susah cari yang 'anak ugm banget' itu. "
Hahaha...
Cerita seorang teman tentang istilah 'anak ugm banget' itu buat aku geli. Kalian tau kan maksudnya 'anak ugm banget'??
Kecocokan statemen temanku itu tanpa sengaja tercocok kan dengan foto2 suamiku pada era dia kuliah dulu; kaos oblong, tas ransel, rambut kucel ala anak gunung, jins belel atau celana kain yang warna nya sudah rada pudar, dilengkapi dengan sandal gunung yang makin menegaskan kalo transportasi mereka gak jauh dari jalan kaki ato paling poll ngayuh sepeda ontel! hahahaha. Jaman itu kopaja laris manis dan jadi transportasi fav. hahaha.
Imbasnya, tempat nongkrong yang populer adalah angkringan dan atau alun-alun. Menu populer ya itu...nasi kucing yang harganya cuma sekian ratus rupiah.
Lihatlah sekarang,
Hampir setiap universitas memiliki program "perluasan lahan parkir". Awalnya motor, tapi sekarang sepertinya sudah mulai parkir mobil. Fakultasku saja contohnya.
Halaman parkir mobil yang disediakan pihak kampus sudah tidak mampu lagi menampung kapasitas mobil mahasiswa yang masuk. Sampe2 bingung bedain mana mobilnya dosen, mana yang punya mahasiswa. Terlebih lagi motor. Jangan ditanya kalo itu. :D
Soal tempat nongkrong, tak heran kalo cafe - cafe mulai menjamur.
Jadi, kalo dibilang makin lama makin banyak orang miskin di Indonesia, keknya perlu dipertanyakan juga jika melihat kondisi penghuni universitas negeri (khususnya favorit) di Indonesia ini.
Apa lebih tepatnya "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin?"
Entahlah...
Positive Thinking nya adalah mudah2an perubahan tersebut lebih membawa pada kebaikan daripada keburukan (ke mudharat an)...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar