Satu kata yang rasanya berhargaaa banget.
Bukan tidak mensyukuri apa yang ada sekarang, atau mau menjadi istri durhaka (btw dibilang durhaka kah jika istri punya suara?), tapi saya pikir kata pamungkas itu sudah saatnya diterbitkan untuk suamiku perihal posisi berdinasnya saat ini.
Enam tahun! yup! Bisa digenapkan begitulah kira-kira masa kerja suami saya saat ini.
Sebenarnya suami saya bisa mendapatkan "hak" pindahnya jika sudah memasuki tahun ke-5 masa kerjanya. Tapi berhubung kemarin dia mendapatkan amanah mengisi salah satu posisi kosong di atasnya, at least ada "perpanjangan" lebih-kurang dua tahun lagi untuk bertahan di Bakaru (dengan asumsi tahun ke tujuh tidak mengisi posisi lain lagi).
Mengapa saya (sebenarnya suami saya pun punya keinginan yang sama, tapi bedanya dia lebih tidak banyak bicara dibandingkan saya) sepertinya kebelet pengen pindah dari balik gunung yang damai nan tenteram itu? Sederhana sekali: Kehidupan dibalik gunung yang jauh dari peradaban itu membuat kami merasa seolah-olah "stag" di berbagai sisi kehidupan.
Walau perusahaan berusaha memenuhi apa yang menjadi kebutuhan para karyawan disana (padahal yang namanya kebutuhan sifatnya sangat relatif), namun tetap tidak bisa menyembuhkan satu kata yang namanya kebosanan.
"Enak di Bakaru mbak. Udaranya bersih, sehat, bisa nabung banyak (karena sulit buat kemana-mana). Mumpung anak masih kecil. Kalau sudah pindah kota waah susah. Polusi dimana-mana, boros pengeluaran krn banyak godaannya. Jadi susah buat nabung." ( komentar salah satu teman yang sudah duluan pindah, dan dulu sewaktu masih di bakaru dia sempat merasa mati kebosanan )
Apapun itu komentar teman yang sudah duluan pindah, yang namanya p i n d a h adalah kata yang (mungkin) saat ini bikin hati kami berbinar-binar. Dengan segudang rencana, saya dan suami kadang mengkhayal to do list yang akan kami jalankan jika suatu hari nanti suami saya berdinas di kota yang lebih besar. Sepertinya besok jika jadi pindah, benar-benar akan jadi euphoria di awal- awal ya? hihihi
Karena itu, saat ini yang bisa saya lakukan sebagai istri adalah berdoa, berdoa, dan berdoa, serta meminta restu dari keempat orangtua kami. Semoga kehadiran Ghaizan bisa memberi jalan kami untuk keluar dari comfort zone ini. Bukankah setiap anak membawa rejeki nya masing-masing?
Aaamiiin Yaa Robbal'alamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar