Jumat, 30 Juli 2010

How to start a business

Seminggu lebih tidak memosting.
Bagiku, therapi yg paling oke ktika kondisi badan gak fit adalah pijet. hehe.
Beberapa hari ini kondisi badanku memang gak oke. Puncaknya hari ini. Beberapa agenda yang kujalankan disini cukup menguras energi dan fikiran. 
Menyebut kesibukan baru yang satu ini masih terasa ganjil bagiku; berbisnis. Tapi fakta-nya begitulah yang sedang kujalani. 


Belajar jadi business women ternyata tidak mudah. Sungguh. Apalagi core bisnis yg kujalani ini terbilang beresiko tinggi dan sangat asing bagiku. Nantilah aku bercerita lebih jauh.  Syukurlah ada ortu sebagai partner, setidaknya aku tidak merasa "sendiri".


Ku ulangi: berbisnis itu ternyata SANGAT tidak mudah. Sangat jauh lebih sulit ketika menjadi pekerja kantoran. Setidaknya itu yang aku rasakan.Sedetik saja kau salah dalam mengambil keputusan, maka sekejap semuanya melayang. Keputusan murni ada ditanganmu.


Dalam berbisnis, kewaspadaan dan kepercayaan bagaikan dua mata pisau yang tajam. Jika salah menggunakannya, alih-alih menjadi senjata, malah bisa menikam mu sendiri. Proporsional saja. fifty-fifty. Nah, masalahnya membagi dengan seimbang inilah yang sulit. Perlu tingkat kehati-hati an yang tinggi, perhitungan yang akurat, kecepatan dalam mengambil keputusan, serta informasi yang tidak sedikit.


Pada dasarnya semua jenis usaha membutuhkan point2 tersebut. Cuma mungkin levelnya saja yang berbeda. Aku jadi teringat ilmu pada jaman kuliah dulu; semua jenis usaha itu tergantung pada core bisnisnya. Dengan kita memahami core bisnisnya, maka kita akan tahu bagaimana hendak memulai dan menjalankannya.
Hhmmm....bisa jadi juga kesulitan yang sangat terasa ini dikarenakan aku baru memulainya. Like a bottleneck. Sepertinya sulit, tapi jika sudah terlampaui, maka akan terasa lempeng2 aja. 


Bisnis tetap aku perlakukan sebagai suatu ilmu yang harus dipelajari dulu. Kalo ada yang menyebut bisnis itu insting dan bakat, aku gak percaya. Setiap dari kita punya bakat untuk menganalisis, bernegosiasi, serta memimpin, dan itulah yang dibutuhkan dalam berbisnis. Cuma mungkin core bisnis nya saja yang berbeda. Tergantung pada ketajaman dominasi skill mana yang kita miliki. 
Satu lagi, keberanian dalam mengahadapi risiko. Risk = Return = Risk. Besaran pengorbanan yang kita keluarkan adalah sebanding dengan perolehan yang akan kita dapatkan. Vise Versa.
Mengapa aku mengatakan risk dulu baru return? karena awal terbentuknya suatu usaha esensinya adalah risiko yang kita 'tanamkan' dalam capital yang kita miliki, yang kemudian termanifestasi menjadi asset, baik secara tangible maupun intangible. Risiko inilah yang nantinya akan menjadi expectancy besaran diterimanya  return kelak.



Tapi bagiku, yang paling sulit adalah kepercayaan. Kepercayaan terhadap risiko yang kita korbankan akan berbuah pada besaran return kita harapkan. Apalagi jika nominal yang dipertaruhkan jumlahnya material bagi kita, tentu akan menjadi pertimbangan yang sangat alot.
Konklusinya, awal berbisnis memang membutuhkan keberanian yang besar. Keberanian untuk berhasil, dan keberanian untuk gagal. 
Bismillah.

Tidak ada komentar: