Udara dingin masih terasa. Lembab embun rerumputan juga sepertinya masih membalut jari kaki ku. Hari ini tipi dimana-mana bernuansa merah-putih. Tentu tak lupa nuansa ramadhan tetap kental terasa.
dan aku...,
Selesai taraweh (merasakan taraweh pertama di sini) langsung onlen donk...hehe
Begitu sampai dirumah hari minggu kemarin, aku sempet di hebohkan dengan urusan rapih2 & beres2. Si mbak yang biasa bantu beresin rumah kabarnya udah sekitar semingguan sakit. Mau gak mau ya harus mau untuk beres2.(Loh koq curhat??:D)
Yeah, finally kembali lagi aku ditempat suami mengais rejeki, setelah lebih dari satu bulan hijrah ke tanah kelahiran guna menyelesaikan beberapa urusan.
Rasanya badanku masih remuk redam setelah sebelumnya mampir semalam ke kota kembang sebelum akhirnya ketemuan sama suami di Jakarta. Sebenarnya aku sempat berniat mampir menjumpai Icha. Tapi karena penerbanganku hari sabtu, otomatis perjalananku bukan pada saat weekend. dan sudah sangat tidak mungkin aku membuat appointment dengannya di hari2 kerja. Wong aku juga sekalian pingin ngeliat si Atha koq...
Mertuaku sempet menghela nafas panjang bgtu tau aku sudah ketemu sama suamiku. "Lega" katanya. "Takut aku gak nyampe", begitu lanjutnya. hehehe.
Mertuaku sempet menghela nafas panjang bgtu tau aku sudah ketemu sama suamiku. "Lega" katanya. "Takut aku gak nyampe", begitu lanjutnya. hehehe.
Thank God kemarin suami sempat ada kursus di Jakarta. Bertepatan dengan rencana kepulanganku. Jadi perjalanan udara selama lebih-kurang 2 jam menuju ke Ujungpandang gak kerasa mendebarkan karena ada temennya. :D
Aku masih parno kalo naik pesawat. Huuufffh...entahlah...Rasanya aku dimasukkan ke dalam kotak yang siap dilemparkan ke udara.
Dulu sempat berfikir betapa seru-nya hidup nomaden seperti ini. Berpindah dari satu pulau ke pulau berikutnya. Melihat secara langsung perbedaan budaya dan bahasa. Merasakan ragam masakan khas daerah yang tentunya memiliki cita rasa unik.
Sebelum kembali ke tanah kelahiran, ortuku juga pernah bertugas di beberapa pulau yang berbeda, dan pada saat itu aku sempat merasakan nikmatnya perjalanan udara. Memandang perbukitan dan pegunungan yang terhampar luas dari atas, menikmati kecantikan liukan delta yang menjorok, serta hamparan laut yang membentang indah dengan titik2 kapal di atasnya bagaikan memandang jentik-jentik di permukaan bak mandi.
Tapi sekarang perjalanan udara sungguh bagaikan momok bagiku.
Tadinya kupikir sikap parno (baca: paranoid) ini cuma sifat berlebihanku aja atas reaksi catatan buruk bisnis penerbangan di Indonesia....tapi ternyata, sekaliber dosenku yang sering mondar-mandir ke luar negeri aja pernah cerita di kelas kalo beliau prefer naik kereta daripada pesawat! Bahkan, mbak meidi juga pernah bilang kalo begitu udah di dalem pesawat, rasanya jadi teringet dosa2! hahaha.
Kita memang tidak bisa menghindar di mana maut akan menjemput. Tapi setidaknya selagi nafas masih berhembus, sebagai manusia kita diberikan kesempatan untuk terus berdoa agar selalu dilindungi dari bala' serta bencana yang berkaitan dengan keluarga, harta benda dan nyawa.
Semoga Allah SWT menggolongkan kita sebagai hamba yang khusnul khatimah...serta menyelamatkan kehidupan kita di dunia dari segala hal yang tidak menyenangkan...
Amin Ya Robbal'alamin.
2 komentar:
Ihh, Masayu, aku juga tahun2 belakangan ini mengidap aviaphobia. Tempo hari waktu balik ke sini dan harus naik pesawat, masihlah penyakit itu menderaku. Segala doa aku rapal, badanku tidak rileks padahal penerbangan berlangsung tenang. Begitu mendarat di Sepinggan, aku belum lega karena harus naik pesawat lagi. Asal ada getaran lembut, guncangan halus, arah menyerong dikit aja, aku udah ketakutan. Parah dehhh...Bener2 hanya kepada-Nya t4 berlindung...hehehe..langsung deh aku insyaf sejadi-jadinya..
hahaha.
Manusia memang bgtu...
Terasa ada yg dirasa mencemaskan,br insaf se-jadi2nya. wkwkwk.
makin deg2an kl mulai ada suara kapten pilotnya. Wuuaaahh...sudah deh...mulai macem2 pikirannya...
Posting Komentar