Kamis, 28 Oktober 2010

Bukan karya Ilmiah,hanya opini

Innalilahiwa'innailaihi rodjiuunn...
Semoga Allah,Tuhan yg Esa mengampuni kita semua, & ke-khilaf an para pemimpin negri ini.
Semoga DIA senantiasa melindungi kita;hamba yang tersisa, dari bencana yang mengerikan.
Semoga DIA senantiasa memuliakan kita, dan kelak me mati kan kita dalam keadaan yang baik.


Ikut meramaikan pemberitaan & perbincangan tentang musibah yang begitu sering melanda bangsa ini.
Satu yang membuat aku tertarik menyuarakan opiniku:
Meninggalnya Mbah Marijan dalam posisi sujud menghadap ke Selatan (ke arah keraton Yogyakarta).

Sebuah visualisasi yang seolah-olah menjelaskan bahwa beliau hendak menyampaikan maaf serta penyesalan yang mendalam kepada kerajaan keraton hadiningrat yang begitu sangat dihormatinya atas ketidakmampuan beliau mereda kehendak Yang Maha Kuasa. 
Suatu gambaran pengabdian yang begitu tanpa pamrih, sampai nyawa pun beliau korbankan demi menjaga kepercayaan yang diyakini sebagai junjungan tertinggi serta mulia. Sungguh wujud kesetiaan yang nyata.

Kesetiaan adalah suatu rangkaian yang menurutku bermuara dari keyakinan, lalu berlanjut dalam bentuk kepercayaan.
Maka tak heran ketika seseorang meyakini sesuatu biasanya ybs cenderung akan percaya dengan keyakinannya tersebut. Jika apa yang dipercayainya terbukti, maka terjalinlah sebuah kesetiaan akan keyakinannya itu.
Yakin bahwa setia dan patuh terhadap sesuatu akan membawa ybs percaya akan datang kebahagiaan batin. Yakin bahwa jika tidak setia pada sesuatu itu maka ybs percaya akan mendapat petaka & musibah,  serta bentuk keyakinan2 lainnya dimana hanya si penganut tsb yang tahu.

Keyakinan tidak mengenal jenjang pendidikan ataupun banyaknya harta.
Aku pernah cukup dekat dengan salah satu pendidik di kampusku dulu. Meski secara keilmuan sangat aku kagumi, namun masalah keyakinan sungguh berseberangan walau kami satu iman (means,agama).
Seorang saudara juga pernah bercerita mengenai salah satu keyakinan yang percaya bahwa rumah2an kertas yang ikut dibakar bersama jenazah ybs kelak akan menjadi rumah mendiang di kehidupan selanjutnya. 

Yah..semua tentang keyakinan. Dia yakin, dia percaya,maka dia akan teguh pada apa yang diyakininya.
Seperti layaknya Mbah Marijan yang yakin bahwa kecintaan serta pengabdian kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah sebuah keyakinan yang tepat untuknya. Beliau hanya meyakini titah Hamengkubuwono IX yang 'dirasanya' belum terkontaminasi oleh digitalisasi intelektualitas keduniawian. 
Bahkan waktu merapi menggeliat tahun 2006 lalu, meski Sultan Hamengkubuwono X telah meminta mbah ini untuk turun, beliau bersikukuh tidak mau dengan alasan belum ada bisikan titah dari mendiang sang Raja ke IX untuk meninggalkan Merapi "sendiri". Beliau cinta pada sang Raja, maka beliau yakin pada sosok dan figur sang Raja, lalu beliau juga akan yakin dengan apa yang di titahkan padanya.


Berdasarkan iman yang aku yakini pula, ada satu pesan yang begitu sering di ulang2 dalam kitab suci agamaku: Bahwa jangan pernah meyakini apa yang tidak pernah disampaikan oleh-Nya,dan apa yang dilarangNya, serta jangan lah mencintai apapun melebihi cinta kepadaNya, karena jika diresapi dengan benar dan di amalkan dengan baik, maka sesungguhnya kecintaan kepadaNya telah mengandung kecintaan kepada diri sendiri, orangtua, saudara, alam, serta sesama...Allahu'alam...*sebagaiPengingatDiriSendiri*



Tidak ada komentar: