Salah satu saudara mempost status facebook pagi ini dengan laman berita online yang mengabarkan bahwa ilmuan China tengah mengembangkan produk susu formula (sufor) bagi anak-anak dengan kualitas yang menyerupai susu ASI. Sepertinya saudaraku ini makin berang dengan pemberitaan belakangan yang makin marak mengenai sufor vs ASI. Penekanan statusnya berkaitan dengan artikel tsb bahwa bagaimanapun itu, kualitas sufor tidak akan pernah menyamai kualitas ASI. Menariknya, statusnya tersebut ternyata menggelitik salah satu temannya untuk berkomentar bahwa pengembangan formula sufor adalah sah saja mengingat problema sulit menyusui melanda beberapa ibu muda belakangan ini.
Semua yang berasal dari Tuhan tidak akan pernah tergantikan dengan apapun, meski teknologi paling canggih sekalipun. Dan semua orang (seharusnya) tahu & menyadari itu. Permasalahan yang muncul adalah, ketika seorang Ibu tidak atau tidak lagi memberikan ASI nya pada anaknya, maka makanan layak (sejenis susu ASI) apa yang pantas diberikan untuk sang anak ? Tentu kebanyakan kita akan menjawab susu formula.
Kalau saya pribadi berpendapat bahwa sufor selayaknya dijadikan sebagai pelengkap saja, dengan asumsi kualitas susu ASI seorang Ibu baik sehingga sang Ibu bisa menyusui dengan normal. Lantas bagaimana dengan seorang Ibu muda yang tidak mampu menyusui anaknya karena problem anatomi terkait yang menyebabkan ybs sulit memberikan ASI pada bayi nya?
Ya...dan hal itu benar-benar terjadi pada salah satu saudaraku yang lain.
Saat itu dia bercerita bahwa betapa berat hatinya membiarkan anaknya 'bergantung' dengan produk susu formula. Butuh waktu yang cukup lama untuk menerima kenyataan bahwa dia tidak dapat memproduksi ASI dengan normal layaknya Ibu pada umumnya. Dia bisa menyusui, tapi dengan kualitas ASI yang keluar sangat sedikit. Maka dengan berat hati dia harus dapat memfokuskan fikirannya untuk selektif terhadap sufor demi asupan gizi tambahan bagi sang anak.
Jujur saja, saya empati setiap mendengar atau membaca berita serupa. Ibu mana sih yang tidak ingin menyusui anaknya sendiri? dekapan serta sentuhan kulit antara si anak dan Ibu ketika proses breastfeeding memang menjadi satu-satunya kelebihan ASI yang tidak akan terjadi jika anak diberikan sufor.
Maka saya katakan bahwa betapa hebatnya mental seorang Ibu yang terpaksa tidak bisa menyusui secara maksimal buah hatinya. Sungguh pergulatan batin yang luar biasa hebat.
Lalu bagaimana dengan Ibu yang tidak menyusui anaknya lantaran dikaitkan dengan problem kecantikan dan bentuk payudara yang tidak lagi indah? Perlu diluruskan dulu, mungkin "tidak menyusui" disini maksudnya adalah tidak adanya proses breasfeeding dalam pemberian ASI. (bukan benar-benar tidak 'menyumbangkan' ASI-nya.)
Krn melalui banyak informasi yang pernah saya baca, dalm keadaan normal, ASI pasti akan tercipta seiring dengan proses kehamilan seorang wanita. Tidak dapat mengeluarkannya secara normal biasanya lantaran problem anatomis ybs. Lantas bagaimana dengan "tidak menyusui" tadi?
Hhhmm...kalau ini menurut saya kita jangan justifikasi dulu bahwa Ibu yang tidak menyusui anak-anak nya secara langsung adalah Ibu yang takut bentuk payudaranya tidak bagus lagi. Banyak juga problem ibu-ibu muda yang berkaitan dengan proses breastfeeding ini. Aktivitas sebagai seorang wanita kantoran misalnya. Hal tersebut membuat si Ibu tidak dapat total 100% melakukan proses menyusui secara langsung sepanjang hari untuk anak-anak mereka. Lalu, apakah kita katakan mereka sebagai Ibu yang tidak mencintai anak mereka?
Mungkin metode jaman nabi dengan "mencari ibu sepersusuan" bisa diterapkan bagi kasus yang berkaitan dengan anatomis sang Ibu yang saya ceritakan diatas tadi. Tapi tetap lagi-lagi : seorang Ibu akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Jadi wajar saja kalau seorang Ibu tersihir dengan jargon iklan sufor yang makin kian gencar.
***
Alasan ilmuan di Cina yang membuat formula sufor identik dengan kandungan gizi ASI adalah sebagai berikut:
"Kekhawatiran negara barat tentang etika dari modifikasi genetik adalah salah tempat. Ada 1,5 miliar orang di dunia yang tidak mendapatkan makan dengan cukup, menjadi tugas kita untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi,"
-direktur proyek penelitian China's Agricultural University (Profesor Li Nin)-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar